Yang Mereka Sebut sebagai Melati

Standar

Sore itu aku sedang duduk diruang tunggu. Pemberangkatanku ditunda selama 50 menit. Sambil menghirup susu coklat panas instan yang kubeli di kafe tadi, aku tetap sabar menunggu 50 menit kedepan. Kulihat seorang ibu yang sedang mengawasi ketiga anaknya yang sedang bermain. 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Kuperhatikan dengan saksama raut wajah lucu dari ketiga anak tersebut. mungkin umurnya sekitar 10, 7, dan 5 tahun. Anak laki-laki yang sepertinya kakak dari 2 anak perempuan itu terlihat sedang berebutan es krim dengan salah satu adiknya. Melihat perlakuan sang kakak seperti itu, si ibu malah memerintahkan sang adik untuk menyerahkan es krim tersebut kepada kakaknya. Tak ku habis pikir dengan pikiran sang ibu. Biasanya seorang ibu selalu menyuruh seorang kakak yang mengalah kepada adiknya, sedangkan yang kulihat barusan ini adalah sebaliknya? Kenapa? Apakah karena anak laki-laki itu adalah anak kesayangan sang ibu karena hanya dia anak laki-laki satu-satunya yang dia  miliki? Ah, entahlah.. yang jelas kejadian itu mengingatkan aku pada masa laluku.

@@@

                Kata orang, dunia adalah panggung sandiwara atau komedi bagi mereka yang melakukannya. Tapi bagiku, dunia adalah tragedi karena aku merasakannya, merasakan pahitnya kehidupan. Kawan, aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Sejak kecil aku hanya mengenal ibuku. Tak pernah aku mengenal tentang ayahku. Kata ibu, ayahku kawin lagi dan meninggalkan kami saat aku berusia 2 tahun, kakakku berusia 5 tahun, dan adikku yang berusia….ah, dia masih dalam kandungan. Ayah? Aku tak pernah menganggap aku punya Ayah!

Kami hidup secara pas-pasan. Gaji ibu sebagai pegawai negeri pada waktu itu sangat pas-pasan. Tidak ada yang cukup untuk ditabung. Setiap awal bulan, ibu selalu menyuruhku untuk membeli keperluan dapur selama 1 bulan agar kami tidak kelaparan. Pagi-pagi sekali aku harus nangkring dipinggiran sungai tempat perahu-perahu orang yang berjualan ikan lewat, kalau sampai kesiangan maka aku akan menjadi bulan-bulanan oleh abangku karena tak ada ikan yang ku dapat. Sesampainya di rumah, sebelum abangku itu bangun, makanan sudah harus selesai aku masak. Untuk memasak aku harus meniup tungku ke bara api. Kalau aku lagi apes, kayu yang aku dapat adalah dalam keadaan basah sehingga sulit untuk membuat api menyala. Pernah pada suatu hari aku terlambat memasak,karena kayunya basah, maka beras yang ada didalam panci diacak-acak oleh abangku. Punggungku ditendang, dan dilempar dengan parang tumpul. Apa yang dilakukan ibu? Ia hanya diam dan terpaku. Kemana aku harus mengadu? Karena pada waktu itu Komisi / Lembaga Perlindungan Anak belum didirikan. Adakah Tuhan adil untukku? Tahu apa aku tentang Tuhan Maha Adil karena pada waktu itu usiaku hanyalah 7 tahun. Selain tak pernah mendapatkan peluk hangat dari seorang Ayah, aku juga tak dapat merasakan belaian hangat kasih sayang seorang ibu.

Hari demi hari ku lewati. Di usiaku yang ke-19 tahun dan sudah lulus SMEA, aku tidak diijinkan oleh ibu untuk melanjutkan sekolah. Aku diminta untuk segera menikah karena pada waktu itu telah ada seorang pria yang lamarannya diterima oleh ibu.  Aku bisa apa, Kawan? Aku terpaksa menuruti keinginan ibu. Dan hanya pada waktu itulah untuk pertama kalinya aku melihat dia, dia yang meninggalkan kami, kawin lagi, yang sekarang menjadi wali dalam pernikahan ini. Aku hanya diam dan tertunduk lesu, menyadari kenyataan, bahwasanya tak pernah ada bekas antara anak dan orang tua.

Laki-laki pilihan ibu untuk menjadi suamiku ini memang tidak salah, dari rupa dan harta tidak ada minusnya buatku. Mungkin benar kata orang, cinta dapat tumbuh dan berkembang dengan seiringnya waktu berjalan. Hingga 2 buah hati yang Allah titipkan kepada kami, tumbuh besar dan berkembang, laki-laki dan perempuan.

Kawan, kukira penderitaanku telah cukup sampai disini. Menjelang 6 tahun usia pernikahan kami, badai besar menerpa dan tak dapat kutangkis. Aku meminta cerai dari suamiku dengan berbagai alasan. Dapatkah kau mempertahankan sebuah hubungan yang didalamnya banyak yang mencela dan mengadu domba? Aku manusia biasa, imanku naik turun, rumah tanggaku tak dapat ku pertahankan. Haruskah aku mempertahankan dengan seseorang yang tidak berusaha mempertahankannya juga? Dapatkah kau mempertahankan ikatan suci yang didalamnya terdapat kekerasan dalam rumah tangga?

Edwan, anak  laki-lakiku berhasil aku bawa, sedangkan Rena direbut paksa oleh mertuaku waktu itu. Anak dia bagi. Tapi tidak dengan harta. Aku meninggalkan rumah itu hanya dengan membawa sisa-sisa pakaianku. Jangan kau harap emas, sendok satupun tidak. Dan akupun tak mengharapkannya. Aku kembali kerumah ibuku. Membuka hari  baru. Membesarkan buah hatiku dengan jerih payahku sendiri, karena sebiji beraspun mantan suamuiku tak pernah menafkahi anakku, Edwan.

Masih ingat dengan abangku, Kawan? Ya, namanya Willy, dia yang dulu sering menghukum, menghakimi, dan menyiksa aku tanpa belas kasih. Dengan alasan bahwa rumahnya digadaikan ke Bank, maka dia sekeluarga beserta isteri dan kedua anaknya juga pindah ke rumah ibu. Jadilah tekanan batin dengan sendirinya perlahan menyiksaku. Entah mengapa, untuk memandang wajahnya saja aku gemetaran. Maka setelah uangku terkumpul dan cukup untuk menyewa sebuah rumah selama beberapa bulan. Aku memutuskan untuk pindah. Apapun aku lakukan untuk mencukupi kebutuhan kami berdua, dari berjualan gorengan sampai menjajakan baju secara kredit dari satu rumah ke rumah tetangga lainnya.

2 tahun telah berlalu pasca perceraian dengan suamiku. 2 tahun itu pula cercaan untuk seorang janda melanda hari-hariku. Status janda dimasyarakat kami seperti status seorang tunasusila. Memangnya apa salah dan dosa dari seorang janda? Apakah karena mereka takut suaminya aku goda? Hahah.. Padahal jujur, Kawan, tak sedikit pria yang datang untuk melamar dan memintaku untuk menjadi isterinya. Namun aku menolaknya karena aku bertekad untuk mendidik dan membesarkan anakku sendiri sampai dia berhasil dan meraih kesuksesan. Aku ingin menunjukkan kepada Ayah, Ibu, Kakak, mantan suamiku, dan kepada dunia, bahwa aku pasti bisa. Tak henti-hentinya kupanjatkan do’a siang dan malam untuk memohon keadilan dari-Nya. Aku selalu berusaha berpikir positif kepada-Nya, aku percaya tak ada satupun yang luput dari pengawasan-Nya. Dia Maha Adil. Dia Maha Kasih. Mungkin Dia punya cara-Nya sendiri menyayangi hamba-Nya.

@@@

 “Maaf, Bu.. Apa pesawat yang ibu tumpangi berangkat ke arah Jogja?” Tanya seorang wanita yang menyadarkan aku dari lamunan panjangku. “Oh, iya.. kamu mau ke sana juga?” tanyaku balik kepada wanita itu, wanita yang sebenarnya adalah seorang ibu yang tadi ku perhatikan tingkahnya yang membela sang kakak dibanding sang adik. “Iya, saya ke sana juga, saya cuma mau mengingatkan bahwa sebentar lagi kita harus masuk kedalam pesawat, maaf, saya perhatikan dari tadi Ibu melamun saja..” Aku tersenyum mendengarnya. “Iya, ibu sedang bahagia, anak ibu lusa akan menjalani wisuda, dia lulus dengan predikat Cumlaude dan akan menjadi seorang dokter, Insya Allah.. Dia juga sudah direkrut untuk menjadi dokter tetap disalah satu rumah sakit swasta di Jogja.” Ceritaku singkat. “Wah, selamat ya, Bu.. Ibu berhasil menghantarkan anak Ibu menuju gerbang kesuksesan” Sambungnya lagi. “Aamiin..” aku tersenyum lagi dan hanya bisa mengamini perkataannya. Jauh didasar hatiku, sungguh hanya Tuhan yang tahu bagaimana kerasnya perjuangan hidupku. “Saya pernah membaca biografi singkat Bu Melati disalah satu majalah. Saya salut dan bangga sama Ibu, berjuang sendiri membesarkan anak dan sukses menjadi pengusaha konveksi, dan ternyata sekarang anak ibu akan menjadi seorang dokter. Semoga nanti saya juga bisa menghantarkan anak-anak saya ke gerbang kesuksesan.” Sambungnya lagi dan pernyataannya itu membuatku terkejut, lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum dan berucap syukur kepada sang Ilahi didalam hati. “Amin, saya turut mendoakan ya Nak. Didik anakmu dengan kasih sayang yang tulus dan jangan pilih kasih.” Pesanku kepadanya. “Kamu juga ya, Sayang.. Rajin belajar dan jangan bandel, buat ibumu dan ayahmu bangga pada kamu, Jagoan.” Kataku kepada si sulung sambil membelai lembut kepalanya dan menatap penuh kasih sayang kepada adik-adiknya. “Ini Ibu kasih coklat, bagi rata dengan adik-adikmu, Ya!” Aku memberikan sebatang coklat kepada mereka sebelum akhirnya memasuki pesawat.

@@@

Subuh ini, sujud diatas sajadahku lebih lama dari biasanya. Aku diam didalam keheningan. Merasakan lembutnya kasih sayang sang Pencipta. Mensyukuri semua nikmat dan anugerah dari-Nya. Tak lupa ku selipkan do’a untuk ayahku yang sudah kembali kepada-Nya dan untuk ibuku agar selalu diberi kesehatan.

Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi aku dan Edwan. Edwan menitikkan air mata ketika kami selesai shalat Subuh berjamaah. Dia memelukku erat lalu mencium kedua tanganku. Seketika pipiku basah oleh tetesan-tetesan hangat airmataku. “Bu, aku akan mengabdikan profesiku ditempat kelahiranku. Tempat dimana engkau membesarkanku. Aku tak mau disini. Aku ingin bersamamu. Terimakasih telah mendidik aku hingga menjadi seperti ini.” Kata Edwan membuka suara. “Terimakasih juga, Sayang.. Tanpa kamu semangat Ibu takkan pernah hidup.” Balasku sambil menggenggam tangannya. “Oya, nenek titip salam dan meminta maaf karena beliau tak bisa hadir ke acara kamu, itu lo anaknya Om Willy-sepupu kamu itu, mau melahirkan anak pertamanya.” Kataku lagi. “Hmm.. Aku tahu nih, Ibu mancing aku biar aku cepat nikah, ya? Ibu juga pengen nimang cucu, kan? Hahahaaa..” Derai tawanya mencairkan suasana subuh yang tadi dingin sekarang berubah menjadi hangat.

SELESAI

Sedikit kata dari sang Penulis:

Cerita diatas memang diilhami dari kisah nyata, walau tak sepenuhnya seperti yang digambarkan diatas. Namun terlepas dari fakta/ fiktif cerita tersebut, disini aku hanya ingin menggambarkan sebuah kisah bahwa “Aku” dalam cerita diatas adalah sosok yang luar biasa. Meski ujian dalam hidupnya datang silih berganti, dia tetap beriman kepada Tuhan-Nya. Meski ayahnya tak pernah menafkahinya, namun dalam munajatnya dia kirimkan doa untuk sang ayah yang telah tiada. Meski sang ibu pilih kasih, dia tetap sabar dan tetap menghormati. Meski single parent dia mampu mendidik dan membesarkan anaknya, dan berhasil menunjukkan pada dunia, bahwa “Aku bisa!”

“Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis tapi tegar, bagi mereka yang disakiti hatinya tapi lapang, bagi mereka yang lelah tapi sabar, dan bagi mereka yang selalu bersyukur meski kekurangan. Karena mereka inilah yang dimuliakan Allah disisi-Nya. Cobaan ada bukan sekedar untuk mengujimu, Tuhan sudah tahu kemampuanmu, lebih dari itu, cobaan diberikan agar kamu perlu belajar 1 hal: IMAN.”

*terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca, semoga terinspirasi dan termotivasi untuk lebih giat belajar dan semangat menjalani hidup.

Real created by: Widya Asnita

Satu tanggapan »

  1. q tak pernah lelah lo untuk komen ditulisan mu… 🙂

    yey… bkin q termotivasi…
    serasa ada api yg membara dibelakang q,,trus mata q berkilat-kilat penuh semangat!!

    btulan ada tkoh asliny kc??
    wah,,q pngen ktemu… :’)
    sma si bau kencur biar diajarin bkin puisi yg bgus,, sma juga ktemu sma melati,,, q pngen dengar crita suksesny scra kseluruhan,,biar q tambah termotivasi… ^^

  2. Aku juga tak lelah membalas komentarmu. Beribu-ribu terimakasih malah ku ucapkan.
    Alhamdulillah kalau ternyata tulisanku ini dapat membuatmu semangat. 🙂 tujuanku tercapai.
    Tulisan ini awalnya saya tulis untuk menyemangati teman saya yang waktu itu (kalau tidak salah) sedang berjuang untuk ujian di kampusnya. Kemudian saya kirim ke emailnya. Dengan dalih dia lupa password email, apa daya tulisan saya ini sepertinya tidak disentuhnya sedikitpun.
    Well, meski kecewa, tapi tak apalah. Toh, ternyata tulisan ini mendapat sambutan hangat darimu, sahabatku. 🙂

    Sebenarnya, ada banyak bau kencur dan melati lainnya disekitar kita bila kita mau membuka mata. 🙂

  3. sama-sama… 🙂
    krna menurut q sebuah hasil karya dari seseorang itu sangat berharga…biarpun kecil,,qt mesti menghargainya…
    sma kya crita bkinan q tuh,,biar jelek q tetep menghargainya*curcol
    okokokokokk…
    tapi bkinan qm bagus… q senang!!

    Alhamdulillah ya…sesuatu…
    nanti-nanti klo q lagi down, q bkal buka blog qm…bahkan biar q lagi senang, q bkal sering2 mampir,,, 🙂 byk kisah yg bkin termotivasi…

    heeh…betul…bau kencur ma melati lainnya banyak berkeliaran disekitar kita…juga widi…
    klo boleh q bilang,,, yg di cerpen diatas itu melati,,maka qm mawarnya…
    berfikiran terbuka kya bunga mawar yg mekar,,tapi tajam kayak duri nya,,,
    dan q harap q bisa bertemu dengan bau kencur, melati dan mawar lainnya… 🙂

    • Ah, jangan merendah begitu. Hasil karyamu jg bagus.
      Kita cuma beda kiblat..hehe..
      Hm, mawar ya? Ya, aku suka mawar. Kebeneran wallpaper di hapeku gambar bunga mawar. Kemarin minggu juga baru beli bunga mawar. Dan sekarang sedang cantik-cantiknya di halaman. #loh?
      Tapi filosofinya boleh juga. Terimakasih ya.. Hehe..

    • Karyamu juga bagus kok. Cuman kita berbeda kiblat aja. Hehe..
      Hm, mawar ya? Boleh juga filosifinya. Makasih ya..
      Aku suka mawar. Kebeneran kemarin minggu hbs beli bunga mawar, dan sekarang sedang cantik-cantiknya di halaman. #loh? 😀

      • bgus ya???
        wah,,q jd terharu…
        qm org pertama dan satu-satunya yg mengatakan seperti itu scra langsung,,,
        *kan sebelumnya cuma ada ntip jempol like aja d’fb…*
        hem…mawar…bgus kan.. *terbang ke langit ke 7*
        di hlaman q y jua,,,lagi berbunga tuh… :’)

Tinggalkan komentar